Esai-esai Nano

Juni 26, 2023

Developing Nation

Filed under: Uncategorized — estananto @ 10:58 am

Interesting…

Escape from Comfort

I recently returned from my sixth visit to a country called Indonesia. Most of the people from my country of origin (The United States of America) have never heard of this country, and would fail to locate it on a map, despite its enormous size and global ranking of fourth in population. In the nine years since my last trip to Indonesia, the upgrades that have transformed the nation in so many impressive ways were impossible to ignore. As I sat on a pair of long flights home (8 & 12 hours) I had time to reflect on what I’d just experienced and was left with a feeling that could only be accurately described as a mixture of awe and shame. Awe, because I was so entirely caught off guard by how rapidly such a massive country could make meaningful improvements. Shame, because during that same nine year period, my…

Lihat pos aslinya 943 kata lagi

September 10, 2020

Marhaen

Filed under: Uncategorized — estananto @ 10:00 am
Tags: , , , , , ,

Pada suatu siang di bulan Oktober, 2019, diajak pak Achmad Rizal ke suatu tempat yang sebenarnya bersejarah. Letaknya di tengah kompleks perumahan mewah. Itu adalah sebuah makam. Ya, makam biasa saja. Tapi hampir seratus tahun lalu ada peristiwa penting di sekitar tempat itu…

Sembilan puluh delapan tahun lalu, seorang mahasiswa Technische Hoogeschool te Bandoeng yang sedang bolos kuliah bersepeda ke selatan kota Bandung. Di sana dia bertemu dengan seorang petani yang sedang mengerjakan sawahnya. Hasilnya tidak cukup dijual, hanya cukup untuk menghidupi keluarganya. Kemudian mahasiswa ini bertanya siapa nama petani muda tersebut.

Ya, petani itu menyebutkan namanya: Marhaen. Dan mahasiswa bolos kuliah itu adalah Sukarno.

Kelak Sukarno menamai ideologinya dengan Marhaenisme.Ironisnya Marhaen meninggal tahun 1943 karena Romusha di zaman Jepang. Marhaenisme yang menggunakan namanya juga belum matang sebenarnya… di zaman kini, berbeda dengan awal abad XX, kemampuan produksi manusia ditentukan dari brainware dan bukan hanya dari kerja dan alat produksi.

Hingga kini, kualitas SDM Indonesia masih banyak harus ditingkatkan. Bukannya malah meributkan siapa yang paling Pancasilais. Tetapi bagaimana agar anak cucu Marhaen bisa sejahtera dengan peningkatan produktivitas.

Untuk Marhaen dan Sukarno. Alfaaatihah!

Maret 11, 2016

Boikot Israel?

Filed under: Indonesia — estananto @ 12:00 am
Tags: , ,

Akhirnya Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa (KTT-LB) OKI tentang Palestina di Jakarta menelurkan keputusan yang sebenarnya tidak mengejutkan, yaitu boikot produk Israel! Ini mungkin adalah salah satu hal yang dipandang perlu oleh negara-negara OKI. Mengapa demikian, karena dengan memboikot Israel diharapkan perekonomian Israel akan menyurut dan kemampuan Israel untuk membiayai militernya di daerah pendudukan akan berkurang.

Saya bukan ahli ekonomi, saya seorang engineer. Yang saya bisa menganalisa berita gegap gempita ini adalah melihat ke mana sajakah yang diekspor Israel dan apa saja komoditinya. Mari kita lihat ke mana saja negara yang membeli produk Israel itu.

 

Bildschirmfoto 2016-03-10 um 17.41.10.png

Sumber: atlas.media.mit.edu

Tidak mengherankan Amerika Serikat adalah yang menempati posisi pertama. Lalu negara-negara Eropa termasuk Rusia, China dan India dari Asia juga. Tidak ketinggalan Brazil juga termasuk negara tujuan ekspor Israel. Yang menarik ada dua negara mayoritas Muslim di daftar: Palestina dan Turki. Kalau Palestina masuk daftar tentu tidak heran karena dia diblokade, tidak ada jalan lain untuk membeli produk selain dari Israel. Bayangkan nilai ekspor Israel ke Palestina itu 5,2% dari US$54,3 miliar atau kira-kira US$ 2,5 miliar yang setara dengan sekitar 39 triliun rupiah! Itu keuntungan ekonomi Israel dari menduduki Palestina.

Tetapi bagaimana dengan Turki? Ya Turki memang sekutu Israel. Tapi karena ini isu sensitif saya tidak berani berkomentar kecuali bertanya kenapa negara-negara OKI tidak minta penjelasan Turki saja?

Ngomong-ngomong saya jadi penasaran komoditi apa sajakah yang diekspor Israel sehingga negara-negara yang jauh itu (kecuali Palestina dan Turki) mau membeli komoditi mereka. Ya, mari kita lihat komoditi apa saja yang diekspor Israel.

Bildschirmfoto 2016-03-10 um 17.43.19

Sumber: atlas.media.mit.edu

Ternyata komoditi yang paling banyak diekspor oleh Israel adalah obat-obatan, minyak sulingan (!), berlian, Integrated Circuits (chip), dan suku cadang pesawat terbang. Apa yang sama dari semua itu? Mereka produk teknologi tinggi. Nilai tambahnya banyak. Lho mengapa mereka bisa melakukan itu? Bisa dilihat di data yang lain.

Data Bank Dunia menunjukkan bahwa pembelanjaan penelitian dan pengembangan (litbang, R&D) di Israel mencapai 4,21% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Mesir hanya 0,68%. Turki masih agak lumayan, 0,94%. Tetapi mereka jauh tertinggal dari negara-negara Asia Timur. China? 2,1%. Korea? 4,15%. Singapura? 2%. Bagaimana dengan Republik Indonesia? 0,08%. Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun.

Fakta-fakta ini hanya menunjukkan betapa besarnya ketertinggalan dunia Islam dari Israel. Boikot Israel – dari data-data perdagangan luar negerinya saja – terkesan hanya pedas secara politis karena tidak banyak negara mayoritas Muslim yang mengimpor barang produksi Israel kecuali Palestina (karena terpaksa?) dan Turki (karena sekutu Israel). Tetapi Israel punya posisi tawar dalam perdagangan dunia karena komoditinya memiliki nilai tambah yang tinggi.

Mungkin OKI perlu membuat upaya lebih keras agar rakyat negara-negara mayoritas Muslim banyak melakukan riset. Tidak hanya yang tangible seperti produk ekonomi, namun juga produk intangible seperti filsafat, ilmu dasar, dan lain-lain. Loh katanya ayat yang pertama turun adalah ‘IQRA?

 

 

Desember 7, 2014

Kurikulum 2013 dan Keplinplanan

Filed under: Daily Life,Indonesia — estananto @ 12:54 pm
Tags:

Akhirnya kurikulum 2013 dihentikan. Bagi sekolah-sekolah yang sudah menjalankan kurikulum ini selama 3 semester diminta tetap melanjutkan kurikulum ini. Sisanya diminta kembali ke kurikulum 2006.

Pertanyaan saya sebagai orang tua dari dua anak yang harus belajar dengan kurikulum 2013 sebenarnya sederhana saja. Dengan kebijakan ini berarti ada sekolah yang menjalankan kurikulum 2013 dan ada vpula sekolah yang menjalankan kurikulum 2006 di saat yang bersamaan. Tapi nanti bagaimana ketika lulus? Apakah standardnya sama?

image

Atau nanti berarti semester genap raportnya kembali ke kurikulum 2006 tapi semester ganjilnga kurikulum 2013. Jadinya gado-gado begitu? Kedua, bagaimana dengan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk sosialisasi dan impementasi kurikulum 2013? Kementerian bahkan telah mencetak banyak buku untuk menunjang kurikulum ini. Itu sudah habis berapa milyar atau bahkan trilyun? Saya kira setiap pengambil keputusan paham bahwa setiap keputusan untuk mencabut keputusan yang sudah diambil secara terburu-buru hanya menyebarkan kebingungan dan menurunkan wibawa. Apalagi Negara. Tentunya tidak boleh plin-plan.

Tugce Albayrak dan Runtuhnya Mitos

Filed under: Eropa — estananto @ 10:10 am
Tags: , , ,

Tugce Albayrak bukan selebriti atau artis, apalagi pemain bola. Dia hanya mahasiswi di Jerman. Apakah dia orang Jerman? Secara kewarganegaraan, barangkali iya. Secara genetik, bapak dan ibunya orang Turki walaupun mungkin juga sudah memegang kewarganegaraan Jerman.

Akan tetapi seperti yang dialami etnis Tionghoa di Indonesia,  mereka secara kultural kadang dianggap seperti orang lain. Di Indonesia bahkan Rudi Hartono, Liem Swie King, Verawati Fajrin, Susi Susanti, Alan Budikusuma dipuja-puja karena membawa nama Indonesia di puncak dunia. Di tanah air, mereka tetaplah dipandang lain. Sebutan WNI Keturunan kedengaran sangat aneh untuk mereka yang membawa merah putih ketika berlaga.

Di Jerman memang generasi imigran Turki yang datang tahun 1960-an dipandang secara ambivalen, Di satu sisi mereka – bersama imigran lain dari Italia, Yunani, dan negara-negara Eropa Selatan lain – memang membantu membangun kembali Jerman setelah Wirtschaftwunder – kebangkitan ekonomi Jerman setelah Perang Dunia II yang memalukan itu. Namun mereka tetap dianggap orang lain. Atau mungkin hanya setengah Jerman.

Tugce Albayrak lahir di Jerman dari orang tua imigran Turki. Dia melambangkan generasi baru yang menggantikan generasi perintis tadi. Nilai-nilai yang dibawa dari Turki telah bercampur dengan nilai-nilai baru di tanah Jerman. Turki – harus diakui – bagi sebagian orang Eropa (Barat) adalah momok secara historis. Tak kurang dari Paus Benediktus XVI (yang sekarang sudah turun tahta) juga mengakui trauma itu manakala kekuatan Utsmaniyah (Ottoman Empire) menggedor jantung Eropa, merebut Konstantinopel yang merupakan jantung peradaban Eropa Timur. Bahkan Utsmaniyah ini pernah mengancam kota Wina di Austria, kalau saja raja-raja Eropa tidak turun tangan mengirimkan pasukan gabungan.

Pemakaman Tugce Albayrak (Sumber: The Guardian)

 

Tetapi Tugce adalah orang Jerman dengan latar belakang Turki. Turki masih identik dengan Muslim. Sesekuler-sekulernya Republik Turki, sejak tahun 1960-an Kementerian Agama Turki rajin mengirim Hoja untuk membina mental spiritual para imigran Turki di Jerman. Masjid-masjid pun didirikan di Jerman dengan bantuan pemerintah Turki. Kalau anda sempat sembahyang di masjid Turki yang punya nama DITIB, nah itulah masjid yang mendapat bantuan pemerintah Turki itu.

Tugce menunjukkan bahwa dia membela nilai-nilai kemanusiaan yang juga bersumber dari nilai-nilai Islam. Islam mengajarkan bahwa kehormatan perempuan wajib dijaga. Waktu itu ada dua perempuan muda diganggu gerombolan preman dan Tugce datang melawan. Naas baginya preman itu membalas hingga Tugce koma. dan wafat dua minggu kemudian.

Inilah pertama kalinya proses menyolatkan jenazah hingga pemakaman seorang Muslim di Jerman mengundang ribuan orang Jerman datang memberikan penghormatan terakhir. Bahkan Presiden Republik Federal Jerman juga memberikan belasungkawanya. Barangkali, setidaknya di tanah tempat dia hidup, Tugce memberikan satu hal: menghapus stereotype yang bertahun-tahun menghinggapi kaumnya. Selamat jalan, Tugce.

Desember 4, 2014

Menembus macet

Filed under: Daily Life,Indonesia — estananto @ 6:14 am

Kalau bus dibuat nyaman dan dalam jumlah yang banyak. Mobil dipajak tinggi. Biaya parkir Rp. 20.000 sejam. Maka naik bus tidak akan seperti ini 😦 image

Juli 22, 2014

The BRICS Don’t Like the Dollar-Dominated World Economy, but They’re Stuck With It

Filed under: Blogroll — estananto @ 6:45 am

Dulu Bung Karno bercita-cita bikin Nefos. Baru sekarang kesampean oleh BRICS…

Juni 19, 2014

Menulis Karya Ilmiah

Filed under: Indonesia — estananto @ 10:55 am

Artikel bagus dari pak Budi Rahardjo. Latihan latihan latihan..
Saya sendiri masih malas latihan, harus semangat 🙂

Padepokan Budi Rahardjo

Ya, saya masih memeriksa revisi tugas mahasiswa. Masih banyak – atau bahkan sebagian besar? – mahasiswa kita belum mahir menulis karya ilmiah. Mungkin dapat saya generalisir lebih lanjut, mahasiswa belum mahir menulis. Titik. Kejam amat ya?

Masalah utama bagi mahasiswa adalah mereka menyepelekan penulisan. Dianggapnya menulis itu hanya sekedar mengurutkan kata-kata. Atau lebih ekstrim lagi menulis itu mengurutkan huruf-huruf. a i u e o. Bagi mereka, memilih kata itu tidak penting. Padahal kata yang berbeda memiliki makna dan efek yang berbeda kepada pembaca. “Kamu salah!” atau “Anda kurang tepat” memiliki efek yang berbeda, bukan?

Menuangkan alur pemikiran dalam tulisan yang runut merupakan sebuah tantangan. Kita tidak dapat mencampurkan semuanya dalam satu bagian. Untuk makanan, gado-gado pun harus dipilih apa yang akan dicampur. Kalau gado-gado dicampur dengan cumi-cumi dan bajigur rasanya jadi kacau balau. he he he.

Bahkan untuk sekedar menuliskan dalam format yang konsistenpun ternyata banyak yang belum paham. Ngasal…

Lihat pos aslinya 86 kata lagi

Case Study: Is It Ever OK to Break a Promise?

Filed under: Daily Life — Harvard Business Review @ 8:53 am

Case Study dari HBR ini sangat menarik… mana yang anda pilih?

Juni 8, 2014

“I Stand on the Right Side”… Really?

Filed under: Uncategorized — estananto @ 3:39 pm

Analisa menarik dari sisi kebahasaan tentang fenomena kampanye di sosmed. Ini saya reblog dari blog aslinya.

Wandering Wondering Mind

AVA dukungan Intan Jeanie AVA dukungan Intan Jeanie

Beberapa hari ini beberapa orang di media sosial ramai-ramai mengganti AVA-nya dengan gambar yang mendukung salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. Tidak ada masalah sih dengan hal ini, wong masa kampanye sudah resmi dimulai beberapa hari yang lalu dan orang tentu bebas mau mendukung capres yang mana. Patut dicatat pula, saya tidak bermaksud berkampanye untuk salah satu capres. Buat saya, kampanye untuk pemilihan presiden tahun ini sudah sampai pada tahap yang berlebihan, bahkan mengganggu, saking riuh rendahnya, sehingga saya memutuskan untuk tidak membahas pemilihan presiden di akun media sosial saya.

Tapi, terlepas dari riuh rendahnya kampanye, yang membuat saya terganggu tiap kali melihat gambar dukungan itu adalah penggunaan bahasa Inggrisnya. Contohnya seperti gambar di samping ini. Bukannya mau sok tahu soal bahasa Inggris, tapi bolehlah saya membagi sedikit dari apa yang saya pelajari secara disiplin ilmu selama beberapa abad dasawarsa terakhir ini.

Jadi ada masalah apa dengan…

Lihat pos aslinya 1.098 kata lagi

Laman Berikutnya »

Blog di WordPress.com.